Jumat, 03 Agustus 2018

Kenapa Porsi Nasi Padang Lebih Banyak Saat Dibungkus Daripada Makan di Tempat ?


          Halo teman-teman, kembali lagi sama Saya, Farhan Herdian Pradana. Kalo sebelum - sebelumnya saya selalu membahas topik serius seperti Sejarah, Matematika, dan Bahasa Inggris, kali ini saya mau rileks sedikit membicarakan tentang salah satu kuliner Indonesia yang terlezat, dan yang jelas juga termasuk makanan favorit Saya, ya, apa lagi kalo bukan nasi padang ! Dari duduk di bangku Sekolah Dasar sampai sekarang, Saya sangat senang sekali makan nasi padang, setidaknya dalam satu minggu Saya pasti makan satu porsi nasi padang. Rasa rempah-rempah nya yang khas dan nasinya yang masih hangat sangat menggugah selera, apalagi untuk seseorang yang sangat suka makan seperti Saya heheheh.

          Tapi untuk kali ini Saya tidak akan membahas sejarah nasi padang secara umum, ataupun pengalaman pribadi Saya tentang nasi padang. Yang jelas, sesuai judul yang saya berikan pada artikel ini, saya akan mencoba memecahkan misteri yang mungkin kebanyakan dari kalian tidak mampu menjawabnya, yaitu tentang perbedaan porsi nasi padang yang dibungkus dan yang dimakan di tempat.

          Jadi singkat cerita, saat saya masih SD kelas 5, saya selalu membeli nasi padang di tempat yang sama di dekat rumah. Setiap membeli nasi padang di sana, saya seperti pembeli yang lainnya selalu antre menunggu giliran dengan tertib. Di tengah antrean tersebut, terkadang saya suka memperhatikan keadaan sekitar saya. Dari hasil pantauan saya, saya menyadari bahwa terdapat perbedaan banyaknya nasi putih yang dihidangkan dalam satu porsi nasi padang yang dibungkus, dan yang tidak, alias makan di tempat. Saya kira hal ini hanya terjadi di rumah makan padang di dekat rumah saya saja, ternyata tidak. Saya mulai menyadari hal ini juga terjadi di rumah makan padang lain ketika saya membeli sebungkus nasi padang di rumah makan padang dekat sekolah saya saat masih SMP. Tidak lama kemudian setelah kejadian tersebut, saya menyadari bahwa perebedaan porsi nasi putih pada nasi padang yang dibungkus dan yang tidak merupakan kejadian yang nyata, dan terdapat penjelasan logis dari fenomena ini.

          Sebenarnya jauh sebelum Saya punya ide buat bikin artikel ini, Saya sebenarnya sudah tahu penjelasan kenapa fenomena ini bisa terjadi. Tapi tidak ada salahnya juga kan Saya sharing pengetahuan saya di blog ini ? wkwkw. Oke langsung aja simak penjelasannya yuk.

          Berdasarkan hasil searching-an Saya di internet pada saat awal masuk SMA, Saya menemukan sebuah artikel yang diterbitkan di situs berita merdeka.com. Jadi sang penulis artikel tersebut sempat mewawancara beberapa orang. Orang pertama adalah Adrival, seorang mahasiswa Universitas Andalas. menurut Adrival, yang ia ketahui dari salah satu pemilik rumah makan masakan Padang, fenomena ini memiliki sejarahnya sendiri. Jadi, dahulu pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, rumah makan masakan Padang tergolong sebagai rumah makan bagi kalangan elite, seperti saudagar kaya, ataupun bule Eropa, sehingga pemerintahan kolonial yang deskriminatif, melarang pribumi miskin untuk makan di rumah makan Padang. Namun demikian, para pemilik rumah makan Padang pada saat itu juga ingin masakannya dinikmati oleh semua orang termasuk kaum pribumi miskin yang dilarang masuk ke rumah makan Padang. Oleh karena itu, dibuatlah cara dibungkus, sehingga kaum pribumi miskin bisa menikmati nasi padang tanpa harus melanggar larangan pemerintah kolonial. Porsi nasinya pun dibuat lebih banyak, sehingga nasi padang yang dibungkus tersebut dapat dinikmati oleh dua orang.

          Masih dilansir dari situs Merdeka.com, pendapat berbeda juga dilontarkan oleh Sastrawan asal Padang, Yusrizal dan Eka, warga asal Pariaman. Inti dari pendapat mereka berdua adalah alasan kenapa porsi nasi padang lebih banyak ketika dibungkus dibanding makan di tempat adalah lebih karena alasan ekonomis daripada historis. Mereka berpendapat, wajar orang yang makan di tempat mendapat porsi nasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang membelinya untuk dibungkus, karena itu juga termasuk biaya servis seperti, mencuci piring, dan biaya fasilitas yang disediakan di dalam rumah makan. Sedangkan menurut pengakuan Eka, seorang pemilik rumah makan Padang di Kedoya, menyatakan bahwa, persolan porsi ini sudah turun temurun dan menjadi tradisi.

          Walaupun demikian, menurut pengalaman Saya pribadi, tidak semua rumah makan Padang menerapkan hal ini. Sebagai contoh, saya sendiri pernah makan di sebuah rumah makan Padang yang baru buka di dekat masjid yang saya biasa solat Jumat. Sehabis solat Jumat, Saya pernah mencoba untuk membeli seporsi nasi padang di sana baik dibungkus, maupun makan di sana, dan ternyata porsi nasi putihnya sama saja, sama dikitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar